» » » » Nama Dan Biografi Wahid Hasjim

Saturday, January 10, 2015

Nama Dan Biografi Wahid Hasjim

Biografi Abdul Wahid Hasyim
Kiai Haji Abdul Wahid Hasjim lahir di Jombang, Jawa Timur, 1 Juni 1914. Beliau adalah pahlawan nasional Indonesia dan menteri negara dalam kabinet pertama Indonesia. Sebagai ayah dari presiden keempat Indonesia, Abdurrahman Wahid. Beliau adalah putera kelima dari pasangan K. H. Hasyim Asy’ari dengan Nyai Nafiqah binti K. Ilyas. Abdul Wahid sangatlah cerdas. Pada saat kanak-kanak, sudah pandai membaca al-Quran dan khatam al-Quran ketika berusia tujuh tahun. Selain mendapat bimbingan langsung dari ayahnya, juga belajar di Madrasah Salafiyah di Pesantren Tebuireng.

Abdul Wahid tidak pernah mengenyam pendidikan di sekolah pemerintah kolonial. Meskipun begitu, pada usia 15 tahun, sudah mengenal huruf latin dan menguasai bahasa Inggris dan Belanda. Saat berusia 18 tahun, berangkat ke Mekkah untuk menunaikan ibadah haji dan memperdalam ilmu agama. Di tanah suci, ia belajar selama dua tahun. Sepulang dari Mekkah, banyak menerima tawaran untuk aktif di perhimpunan atau organisasi pergerakan. Pada tahun 1938, ia memutuskan untuk bergabung bersama Nahdlatul Ulama, ia menjadi pengurus NU ranting Cukir. Beberapa waktu kemudian, dipercaya menjadi ketua NU Jombang. Pada tahun 1940, HBNO mengesahkan Departemen Ma’arif (Pendidikan) untuk dipimpin olehnya. Inilah awal keterlibatan Abdul Wahid Hasyim dalam kepengurusan NU di tingkat pusat (PBNU).

Meskipun dikenal sebagai pemimpin nasional yang berpikiran maju, K. H. Abdul Wahid Hasyim tetap memiliki sifat tawadhu. Hal itu, bisa dilihat ketika berbicara dengan sang ayah, K. H. Hasyim Asy’ari. Ia selalu berbicara dengan bahasa kromo inggil (Jawa halus). Padahal, ayahnya mengajak bicara dalam bahasa Arab. Salah satu kegemarannya adalah berkirim surat. Surat-surat itu umumnya berisi pandangan politik, arah perjuangan, dan cita-cita. Segalanya ditulis dalam bahasa menarik, mudah dimengerti, dan dibumbui dengan humor segar.

Wahid Hasjim adalah salah satu putra bangsa yang turut mengukir sejarah negeri ini pada masa awal kemerdekaan Republik Indonesia.Terlahir Jumat Legi, 5 Rabi’ul Awal 1333 Hijriyah atau 1 Juni 1914, Wahid mengawali kiprah kemasyarakatannya pada usia relatif muda. Setelah menimba ilmu agama ke berbagai pondok pesantren di Jawa Timur dan Mekah, pada usia 21 tahun Wahid membuat “gebrakan” baru dalam dunia pendidikan pada zamannya. Dengan semangat memajukan pesantren, Wahid memadukan pola pengajaran pesantren yang menitikberatkan pada ajaran agama dengan pelajaran ilmu umum. Sistem klasikal diubah menjadi sistem tutorial. Selain pelajaran Bahasa Arab, murid juga diajari Bahasa Inggris dan Belanda. Itulah madrasah nidzamiyah.

Meskipun ayahandanya, hadratush syaikh Hasyim Asyari, pendiri Nahdlatul Ulama, butuh waktu beberapa tahun bagi Wahid Hasjim untuk menimbang berbagai hal sebelum akhirnya memutuskan aktif di NU. Pada usia 25 tahun Wahid bergabung dengan Majelis Islam A’la Indonesia (MIAI), federasi organisasi massa dan partai Islam saat itu. Setahun kemudian Wahid menjadi ketua MIAI.

Karier politiknya terus menanjak dengan cepat. Ketua PBNU, anggota Badan Penyelidik Usaha-usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI) dan Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI), hingga Menteri Agama pada tiga kabinet (Hatta, Natsir, dan Sukiman). Banyak kontribusi penting yang diberikan Wahid bagi agama dan bangsa.

Ketika Jepang masuk ke Indonesia, K. H. Wahid Hasyim ditunjuk menjadi Ketua Majlis Syuro Muslimin Indonesia (Masyumi). Selain mengadakan pergerakan politik melalui Masyumi, ia juga mengembangkan pendidikan di kalangan umat Islam. Pada tahun 1944, ia mendirikan Sekolah Tinggi Islam di Jakarta. Ia juga merintis pembentukan Hizbullah sebagai sayap “militer” yang membantu perjuangan umat Islam dalam merebut kemerdekaan. Perhatiannya pada dunia pendidikan sangat besar. Saat menjadi Menteri Agama pada 1950, ia mengeluarkan peraturan berdirinya Perguruan Tinggi Agama Islam Negeri (PTAIN) yang kini menjadi IAIN (UIN).

Karier Wahid Hasyim dalam pentas politik nasional terus melejit. Saat Jepang membentuk Badan Penyelidik Usaha-Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI), ia menjadi salah satu anggota termuda dari 62 anggota. Ia juga merupakan tokoh termuda dari sembilan tokoh nasional yang menandatangani Piagam Djakarta, sebuah piagam yang melahirkan proklamasi dan konstitusi negara.

Rumusan "Ketuhanan Yang Maha Esa" dalam Pancasila sebagai pengganti dari "Kewajiban Menjalankan Syariat Islam bagi Pemeluknya" tidak terlepas dari peran seorang Wahid Hasjim. Wahid dikenal sebagai tokoh yang moderat, substantif, dan inklusif.

Dalam kabinet yang dibentuk Presiden Soekarno pada September 1945, ia ditunjuk menjadi Menteri Negara. Demikian juga dalam Kabinet Syahrir pada 1946. Ketika KNIP dibentuk, ia menjadi anggota mewakili Masyumi dan meningkat menjadi anggota BPKNIP tahun 1946. Setelah berdirinya RIS, dalam Kabinet Hatta tahun 1950, ia diangkat menjadi Menteri Agama.

Pada hari Sabtu 18 April 1953, K. H. Wahid Hasyim bermaksud pergi ke Sumedang untuk menghadiri rapat NU. Ia ditemani puteranya, Abdurrahman Wahid (Gus Dur). Di daerah Cimindi, jalan antara Cimahi dan Bandung, cuaca hujan dengan kabut yang mengganggu pandangan. Terjadilah kecelakaan maut itu. Mobilnya selip, sopir tak mampu menguasai mobil hingga membentur bak belakang truk. Karena kerasnya tabrakan, tubuh KH Wahid Hasyim terlempar keluar. Pertolongan datang sangat terlambat. Ambulans baru datang pukul 16.00 WIB, sekitar tiga jam setelah kecelakaan.

KH Wahid Hasyim dibawa ke rumah sakit. Sayang, nyawanya tak tertolong. Keesokan harinya dia meninggal, dalam usia 39 tahun. Jenazahnya dimakamkan di PesantrenTebuireng, Jombang.
Gus Dur kecil selamat dari kecelakaan itu. Kelak Gus Dur menjadi Presiden Indonesia ke empat.

Referensi:
  1. nu.or.id.
  2. merdeka.com: Peristiwa Kecelakaan Maut dan Kematian Ulama Besar K.H. Wahid Hasyim.
  3. id.wikipedia/wahid_hasyim.

Bergabung di Facebook menjadi follower NAMA DAN BIOGRAFI

No comments:

Post a Comment

New Posts

DAFTAR ISI BLOG

Entri Populer