Oemar Said Tjokroaminoto bernama lengkap Raden Hadji Oemar Said Tjokroaminoto, pahlawan nasional sekarang lebih dikenal dengan nama HOS Cokroaminoto, lahir di Desa Bukur Madiun, Jawa Timur, 16 Agustus 1882 bertepatan dengan peristia gunung Krakatau meletus. Beliau merupakan seornag pemimpin organisasi Sarekat Islam (SI). Beliau kemudian meninggal pada umur 52 tahun yaitu tanggal 17 Desember 1934 di Yogyakarta. Atas jasanya, dianugerahi Pahlawan Kemerdekaan Nasional dengan Keppres No. 590 Tahun 1961 tanggal 9 November 1961.
Tjokroaminoto adalah anak kedua dari 12 bersaudara ayahnya bernama R.M. Tjokroamiseno, salah seorang pejabat pemerintahan pada saat itu. Kakeknya, R.M. Adipati Tjokronegoro juga pernah menjabat sebagai Bupati Ponorogo, demikian juga pamannya, R. M. Cokronegoro, pernah menjabat Bupati Ponorogo.
Tamat sekolah rendah ia meneruskan pelajarannya ke OSVIA (Opleidings School voor Inlandsche Ambtenaren/Lembaga Pendidikan Pegawai Bumiputra) Magelang tamat pada tahun 1902 dan menjadi juru tulis Kepatihan sampai 1095. Antara tahun 1907 – 1910 bekerja pada Firma Coy & CO di Surabaya, sambil meneruskan pada Burgelijek Avondschool bagian mesin. Bekerja sebagai masinis pembantu, kemudian ditempatkan dibagian kimia pada pabrik gula di kota tersebut ( 1911 – 1912 ). Beliau wafat pada tahun 1934 dan dikebumikan di TMP Pekuncen, Yogyakarta. Hingga kini beliau dikenal sebagai tokoh dari Sarekat Islam. Selain itu, salah satu kata-kata mutiaranya yang masyhur adalah: “Setinggi-tinggi ilmu, semurni-murni tauhid, sepintar-pintar siasat”.
Setelah bergulat di sektor swasta, Cokroaminoto giat dalam bidang politik, ia membuat carier politiknya di Sarekat Islam yang didirikan pada bulan Mei tahun 1912. Sarekat Islam ialah sebuah persatuan perdagangan di Jawa, Indonesia yang diasaskan pada tahun 1909 di Jakarta oleh RM Tirtoadisuryo, seorang peniaga dari Kota Surakarta. Pada asalnya dinamai Sarekat Dagang Islam (SDI), pertubuhan ini bertujuan untuk membantu peniaga-peniaga kaum bumiputera, khususnya dalam industri batik. Selain itu, juga untuk menghadapi persaingan daripada pedagang-pedagang Cina.
Pada awal tahun 1912 terjadi sebuah kerusuhan anti-Cina, dan penguasa ketika itu mengharamkan SDI. Oleh itu, pada bulan September dalam tahun tersebut, SDI menggantikan namanya menjadi Sarekat Islam, dan melantik Umar Said Cokroaminoto sebagai ketua. Pada bulan Mei 1912.
Kongres Sarekat Islam yang pertama diadakan pada bulan Januari 1913. Dalam kongres ini, Cokroaminoto menegaskan bahawa Sarekat Islam bukannya sebuah partai politik, tetapi bertujuan untuk:
- meningkatkan perdagangan di kalangan bangsa Indonesia;
- membantu anggotanya yang mengalami kesulitan ekonomi;
- mengembangkan kehidupan keagamaan dalam masyarakat Indonesia.
Kongres Sarekat Islam yang kedua diadakan pada bulan Oktober 1917, diikuti oleh Kongres ketiga antara 29 September hingga 6 Oktober 1918 di Surabaya. Dalam kongres ketiga ini, Cokroaminoto menyatakan bahawa jika Belanda tidak melakukan reformasi sosial secara besar-besaran, maka Sarekat Islam akan melakukannya di luar parlemen.
Dalam kongres selama 1913–1916 tampaklah kemana S.I dibawa Cokroaminoto, dalam kongres Surabaya 1913 ia dipilih sebagai ketua Pedoman Besar, meskipun pada waktu itu belum ada organisasi pusatnya. Dalam kongres Bandung dinyatakan, bahwa untuk mencapai kemerdekaan ditempuh jalan revolusi, sementara kemudian dalam Kongres Batavia keluar dengan keputusan yang lebih tegas, jalan parlemen atau revolusioner. Sifat nasional-islam-revolusioner itu, lebih jelas lagi tampak, waktu Central Sarikat Islam 1916 menyatakan akan berjuang melawan kapitalisme, sebagai yang pada program perjuangan kongres nasional 1817.
Dengan adanya Volksraad, terbentuk Comite Politik guna penyusunan calon-calon. Cokroaminoto menjadi anggota angkatan pemerintah, sementara Abdul Muis dipilih. Dalam Kongres Yogyakarta tahun 1921, terang-terangan S.I pecah dua, pihak Cokroaminoto dengan semi-nasional dan sosialis dan pihak Semaun , 100% revolusioner, yang sejak beberapa waktu beberapa waktu dengan cara celvorming memasuki S.I.
Dengan diadakannya kongres Al Islam Hindia pada tahun 1924, S.I direorganisasi dan menjadi Partai Serikat Islam Indonesia ( PSII ). Sebagai pemimpin lebih kuat H.A Salim tampil kemuka dari Cokroaminoto. Dalam tahun 1926 ia dan K.H.M Mansur diutus oleh kongres Al-Islam V ke kongres Alam Islami di Mekkah, Pada waktu inilah ia menunaikan rukun yang kelima. Pada tahun 1933 timbul perpecahan yang kedua, Dr Sukiman dan Suryopranoto dirojeer dan mendirikan Partai Islam Indonesia ( PARII ). Kemudian disusul pula dengan perpecahan dengan kartosuwiryo dan akhirnya dengan H.A Salim yang mendirikan Penyadar pada tanggal, 17 Desember 1934.
Haji Umar Said Cokroaminoto bukan hanya aktifis politik, melainkan juga pemikir. Pemimpin Sarekat Islam (SI) ini menulis buku Islam dan Sosialisme (1925), juga Tarich Islam (1931). Ia pun sering menyampaikan ceramah.
Cokroaminoto bahkan layak disebut sebagai guru bangsa, guru para pimpinan politik di Indonesia, Seperti Sukarno dari kalangan nasionalis yang mendirikan Partai Nasional Indonesia (PNI), Semaun dari kalangan sosialis yang mendirikan Partai Komunis Indonesia (PKI) dan Kartosuwiryo dari kalangan Islam yang mendirikan Darul Islam/ Tentara Islam Indonesia (DI/TII). Bung Karno bahkan pernah jadi menantunya. Karena perannya begitu penting, konon Cokroaminoto disebut sebagai “De Ongekroonde koning van Indie” (Raja Hindia tanpa Mahkota) atau “De aanstaande koning der Javanen” (Raja Jawa masa depan) oleh lawan-lawan politiknya.
Buku Islam dan Sosialisme, merupakan salah satu buku penting karya cendekiawan Indonesia dari awal abad ke 20. Cokroaminoto menulis buku ini dalam bahasa Indonesia pada 1924, sekitar empat tahun sebelum Sumpah Pemuda, antara lain berisi seruan untuk menggunakan bahasa Indonesia. Buku ini dicetak ulang pada tahun 1950 dan 1962. Dalam buku ini, Cokroaminoto menggali “anasir-anasir sosialisme” dari khazanah Islam, baik dari sumber teologis maupun dari pengalaman historis.
Pada dasarnya ia menekankan bahwa sosialisme sudah terkandung dalam hakikat ajaran Islam, dan sosialisme yang ideal harus diarahkan oleh keyakinan agama (Islam). Itulah yang dia sebut “Sosialisme cara Islam” dan yang ia yakini cocok untuk Indonesia.
Cokroaminoto memeriksa konsep sosialisme dari khazanah pemikiran Eropa, tak terkecuali dari Karl Marx, termasuk bentuk tatanan sosial politik yang bertolak darinya. Setelah mengajukan kritik atas gagasan pemikir Eropa, ia membandingkan dengan pemikirannya sendiri mengenai dasar-dasar sosialisme dalam Islam, dengan memetik sejumlah ayat Alquran, juga mengutip hadits. Pendapatnya antara lain didasarkan pada Q.S. 2: 213 bahwa perikemanusiaan itu adalah satu kesatuan. Dalam hal pemerintahan pendapatnya mengarah ke tatanan pemerintahan Nabi Muhammad SAW, yang dilanjutkan oleh para khalifah, teristimewa Khalifah Umar. Ia tunjukkan bahwa pemerintahan Islam — yang dipandang bersifat sosialistis — berpijak pada nilai-nilai kedermawanan, persaudaraan, kemerdekaan, dan persamaan.
Nama Bung Karno yang dikenal sebagai Putra Sang Fajar tidak bisa dilepaskan dari tokoh – tokoh Pergerakan Islam yang Istiqomah berjuang demi cita – cita besar Kemerdekaan Indonesia, pemuda Soekarno pernah mondok di rumah Haji Oemar Said Cokroaminoto, selain belajar filsafat dan pemikiran Islam pemuda soekarno juga belajar tentang pergerakan kepada orang yang tepat, bung karno sangat menikmati ceramah dan orasi cokroaminoto yang penuh energi perjuangan meski berada dalam pengawasan pihak Belanda, gaya orasi sang guru turut membentuk gaya kepemimpinan bung karno dengan ciri khas pidato – pidatonya yang lantang dan berapi – api, Islamisme Cokroaminoto yang dijuluki oleh Belanda sebagai “Raja jawa tanpa mahkota” sedikit banyak terserap oleh pemuda Soekarno, meski Bung Karno akhirnya memilih jalannya sendiri dengan hijrah ke Bandung dan kemudian mendirikan Partai Nasionalis Indonesia.
Tatkala berada dalam pengasingan Belanda Bung Karno senantiasa - berkorespondesi - berhubungan melalui surat - dengan Kyai Haji Mas Mansur, tokoh pergerakan dan ulama berpengaruh asal Surabaya yang dekat dengan kalangan NU, yang kemudian K.H. Mas Mansur dipercaya menjadi Pengurus Besar Pesyarikatan Muhammadiyah dan pada masa pendudukan jepang mendirikan Pusat Tenaga Rakyat (PUTERA) dan terlibat dalam perjuangan bersama Bung Karno dalam Empat Serangkai.
Dengan Mas Mansur Bung Karno sering bertukar pikiran tentang Dinamika Islam dan langkah – langkah untuk me-mudakan pengertian Islam, beliau mengutarakan ketidaksetujuannya dengan sikap taklid bahkan secara tegas mengkritisi tentang “hijab” atau pembatas antara jamaah pria dan jamaah wanita, dan banyak kegelisahan – kegelisahan bung karno tentang permasalahan keislaman yang kesemuanya itu menunjukkan semangat dan harapan seorang soekarno agar Syiar Islam tidak jalan ditempat.
Sebagai salah satu pelopor pergerakan nasional, Cokroaminoto mempunyai tiga orang murid yang kemudian mewarnai perpolitikan Indonesia. Mereka adalah Sukarno (nasionalis), Semaoen (sosialis), dan Kartosuwiryo (agamis). Di kemudian hari, ketiganya saling berseberangan. Semaoen dengan Alimin dan Muso terlibat pemberontakan PKI di Madiun 1947. Sedangkan Kartosuwiryo dikenal sebagai dedengkot Darul Islam (DI)/TII dan memproklamasikan Negara Islam Indonesia pada 7 Agustus 1948.
Tjokroaminoto adalah salah satu pelopor pergerakan di Indonesia dan sebagai guru para pemimpin besar di Indonesia, berangkat dari pemikirannya melahirkan berbagai macam ideologi bangsa indonesia pada saat itu, rumah ia sempat dijadikan rumah kost para pemimpin besar untuk menimbah ilmu kepadanya, yaitu Semaoen, Alimin, Muso, Soekarno, Kartosuwiryo, bahkan Tan Malaka pernah berguru kepadanya, ia adalah orang yang pertama kali menolak untuk tunduk pada Belanda.
Setelah Cokroaminoto meninggal lahirlah berbagai pergerakan Indonesia yang dibangun oleh murid-muridnya, yakni kaumsosialis/komunis yang dianut oleh Semaoen, Muso, Alimin, Soekarno yang nasionalis, dan Kartosuwiryo yang Islam merangkap sebagai sekretaris pribadi. Namun ketiga muridnya itu saling berselisih menurut paham masing-masing, Pengaruh kekuatan politik pada saat itu memungkinkan para pemimpin yang sekawanan itu saling berhadap-hadapan hingga terjadi Pemberontakan Madiun 1948 yang dilakukan Partai Komunis Indonesia dengan memproklamasikan "Republik Soviet Indonesia" yang dipimpin Muso dan dengan terpaksa Presiden Soekarno mengirimkan pasukan elite TNI yakni Divisi Siliwangi yang mengakibatkan Muso pemimpin Partai Komunis pada saat itu tertembak mati 31 Oktober, dan dilanjutkan pemberontakan oleh Negara Islam Indonesia(NII) yang dipimpin oleh Kartosuwiryo dan akhirnya hukuman mati yang dijatuhkan oleh Soekarno kepada kawannya Kartosuwiryo pada 12 September 1962.
Dari semuai muridnya yang paling ia sukai adalah soekarno hingga ia menikahkan Soekarno dengan anaknya yakni Siti Oetari, istri pertama Soekarno.
Pesannya kepada Para murid-muridnya ialah "jika kalian ingin menjadi Pemimpin besar, menulislah seperti wartawan dan bicaralah seperti orator" perkataan ini membius murid-muridnya hingga membuat soekarno setiap malam berteriak belajar pidato hingga membuat kawannya terbangung dan tertawa menyaksikannya, Muso, Alimin, Kartosuwiryo, Darsono, dan kawanan lainnya.
Salah satu trilogi darinya yang termasyhur adalah Setinggi-tinggi ilmu, semurni-murni tauhid, sepintar-pintar siasat. Ini menggambarkan suasana perjuangan Indonesia pada masanya yang memerlukan tiga kemampuan pada seorang pejuang kemerdekaan.
No comments:
Post a Comment