Pangeran Antasari (Sultan Banjar) lahir di Kayu Tangi, Kesultanan Banjar, 1797(Arya Ajisaka, Mengenal Pahlawan Indonesia) atau 1809 (Sudarmanto, J. B. 2007. Jejak-jejak pahlawan: perekat kesatuan bangsa Indonesia. p. 159) – meninggal di Bayan Begok, Hindia-Belanda, 11 Oktober 1862 pada umur 53 tahun, seorang Pahlawan Nasional Indonesia.
Ia adalah Sultan Banjar. Pada 14 Maret 1862, beliau dinobatkan sebagai pimpinan pemerintahan tertinggi di Kesultanan Banjar (Sultan Banjar) dengan menyandang gelar Panembahan Amiruddin Khalifatul Mukminin dihadapan para kepala suku Dayak dan adipati (gubernur) penguasa wilayah Dusun Atas, Kapuas dan Kahayan yaitu Tumenggung Surapati/Tumenggung Yang Pati Jaya Raja (Basuni, Ahmad .1986. Pangeran Antasari: pahlawan kemerdekaan nasional dari Kalimantan. p. 57).
Silsilah
Semasa muda nama beliau adalah Gusti Inu Kartapati.( Artha, Artum, 1971. Pangeran Antasari Gusti Inu Kartapati) Ibu Pangeran Antasari adalah Gusti Hadijah binti Sultan Sulaiman. Ayah Pangeran Antasari adalah Pangeran Masohut (Mas'ud) bin Pangeran Amir. Pangeran Amir adalah anak Sultan Muhammad Aliuddin Aminullah yang gagal naik tahta pada tahun 1785. Ia diusir oleh walinya sendiri, Pangeran Nata, yang dengan dukungan Belanda memaklumkan dirinya sebagai Sultan Tahmidullah II (Sudrajat, A Suryana, 2006. Tapak-tapak pejuang: dari reformis ke revisionis. p. 19; Kamandoko, Gamal, 2006. Kisah 124 pahlawan & pejuang Nusantara. p. 54) Pangeran Antasari memiliki 3 putera dan 8 puteri. Pangeran Antasari m empunyai adik perempuan yang bernama Ratu Antasari alias Ratu Sultan Abdul Rahman yang menikah dengan Sultan Muda Abdurrahman bin Sultan Adam tetapi meninggal lebih dulu setelah melahirkan calon pewaris kesultanan Banjar yang diberi nama Rakhmatillah, yang juga meninggal semasa masih bayi.
Pewaris Kerajaan Banjar
Pangeran Antasari tidak hanya dianggap sebagai pemimpin Suku Banjar, beliau juga merupakan pemimpin Suku Ngaju, Maanyan, Siang, Sihong, Kutai, Pasir, Murung, Bakumpai dan beberapa suku lainya yang berdiam di kawasan dan pedalaman atau sepanjang Sungai Barito.
Setelah Sultan Hidayatullah ditipu Belanda dengan terlebih dahulu menyandera Ratu Siti (Ibunda Pangeran Hidayatullah) dan kemudian diasingkan ke Cianjur, maka perjuangan rakyat Banjar dilanjutkan pula oleh Pangeran Antasari (SEJARAH Untuk SMP dan MTs Penerbit Grasindo). Sebagai salah satu pemimpin rakyat yang penuh dedikasi maupun sebagai sepupu dari pewaris kesultanan Banjar. Untuk mengokohkan kedudukannya sebagai pemimpin perjuangan umat Islam tertinggi di Banjar bagian utara (Muara Teweh dan sekitarnya), maka pada tanggal 14 Maret 1862, bertepatan dengan 13 Ramadhan 1278 Hijriah, dimulai dengan seruan: “Hidup untuk Allah dan Mati untuk Allah!”
Seluruh rakyat, pejuang-pejuang, para alim ulama dan bangsawan-bangsawan Banjar; dengan suara bulat mengangkat Pangeran Antasari menjadi "Panembahan Amiruddin Khalifatul Mukminin", yaitu pemimpin pemerintahan, panglima perang dan pemuka agama tertinggi (Arya Ajisaka, 2004. op. cit). Tidak ada alasan lagi bagi Pangeran Antasari untuk berhenti berjuang, ia harus menerima kedudukan yang dipercayakan oleh Pangeran Hidayatullah kepadanya dan bertekad melaksanakan tugasnya dengan rasa tanggung jawab sepenuhnya kepada Allah dan rakyat.
Perlawanan terhadap Belanda
Perang Banjar pecah saat Pangeran Antasari dengan 300 prajuritnya menyerang tambang batu bara milik Belanda di Pengaron tanggal 25 April 1859. Selanjutnya peperangan demi peperangan dipkomandoi Pangeran antasari di seluruh wilayah Kerajaan Banjar. Dengan dibantu para panglima dan pengikutnya yang setia, Pangeran Antasari menyerang pos-pos Belanda di Martapura, Hulu Sungai, Riam Kanan, Tanah Laut, Tabalong, sepanjang sungai Barito sampai ke Puruk Cahu (Sejarah Indonesia Modern 1200–2008. Penerbit Serambi).
Pertempuran yang berkecamuk makin sengit antara pasukan Khalifatul Mukminin dengan pasukan Belanda, berlangsung terus di berbagai medan. Pasukan Belanda yang ditopang oleh bala bantuan dari Batavia dan persenjataan modern, akhirnya berhasil mendesak terus pasukan Khalifah. Dan akhirnya Khalifah memindahkan pusat benteng pertahanannya di Muara Teweh.
Berkali-kali Belanda membujuk Pangeran Antasari untuk menyerah, namun beliau tetap pada pendirinnya. Ini tergambar pada suratnya yang ditujukan untuk Letnan Kolonel Gustave Verspijck di Banjarmasin tertanggal 20 Juli 1861.
Berkali-kali Belanda membujuk Pangeran Antasari untuk menyerah, namun beliau tetap pada pendirinnya. Ini tergambar pada suratnya yang ditujukan untuk Letnan Kolonel Gustave Verspijck di Banjarmasin tertanggal 20 Juli 1861.
...dengan tegas kami terangkan kepada tuan: Kami tidak setuju terhadap usul minta ampun dan kami berjuang terus menuntut hak pusaka (kemerdekaan)...
Dalam peperangan, Belanda pernah menawarkan hadiah kepada siapa pun yang mampu menangkap dan membunuh Pangeran Antasari dengan imbalan 10.000 gulden. Namun sampai perang selesai tidak seorangpun mau menerima tawaran ini (Shaleh, Mohamad Idwar; Sri Sutjiatiningsih, 1993. Pangeran Antasari. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan). Orang-orang yang tidak mendapat pengampunan dari pemerintah Kolonial Hindia Belanda:
- Antasari dengan anak-anaknya
- Demang Lehman
- Amin Oellah
- Soero Patty dengan anak-anaknya
- Kiai Djaya Lalana
- Goseti Kassan dengan anak-anaknya
Meninggal dunia
Setelah berjuang di tengah-tengah rakyat, Pangeran Antasari kemudian wafat di tengah-tengah pasukannya tanpa pernah menyerah, tertangkap, apalagi tertipu oleh bujuk rayu Belanda pada tanggal 11 Oktober 1862 di Tanah Kampung Bayan Begok, Sampirang, dalam usia lebih kurang 75 tahun. Menjelang wafatnya, beliau terkena sakit paru-paru dan cacar yang dideritanya setelah terjadinya pertempuran di bawah kaki Bukit Bagantung, Tundakan (100 Pahlawan Nusantara: Mengenal Dan Meneladani Para Pahlawan Melalui Kisah Perjuangan Mereka Dalam Mewujudkan Dan Mempertahankan Kemerdekaan Indonesia. Agro Media. p. 6). Perjuangannya dilanjutkan oleh puteranya yang bernama Muhammad Seman.
Setelah terkubur selama lebih kurang 91 tahun di daerah hulu sungai Barito, atas keinginan rakyat Banjar dan persetujuan keluarga, pada tanggal 11 November 1958 dilakukan pengangkatan kerangka Pangeran Antasari. Yang masih utuh adalah tulang tengkorak, tempurung lutut dan beberapa helai rambut. Kemudian kerangka ini dimakamkan kembali Taman Makam Perang Banjar, Kelurahan Surgi Mufti, Banjarmasin.
Pangeran Antasari telah dianugerahi gelar sebagai Pahlawan Nasional dan Kemerdekaan oleh pemerintah Republik Indonesia berdasarkan SK No. 06/TK/1968 di Jakarta, tertanggal 27 Maret 1968 (Pahlawan Indonesia. Niaga Swadaya. p. 12).
Nama Antasari diabadikan pada Korem 101/Antasari dan julukan untuk Kalimantan Selatan yaitu Bumi Antasari. Kemudian untuk lebih mengenalkan Pangeran Antasari kepada masyarakat nasional, Pemerintah melalui Bank Indonesia (BI) telah mencetak dan mengabadikan nama dan gambar Pangeran Antasari dalam uang kertas nominal Rp 2.000
Nama Antasari diabadikan pada Korem 101/Antasari dan julukan untuk Kalimantan Selatan yaitu Bumi Antasari. Kemudian untuk lebih mengenalkan Pangeran Antasari kepada masyarakat nasional, Pemerintah melalui Bank Indonesia (BI) telah mencetak dan mengabadikan nama dan gambar Pangeran Antasari dalam uang kertas nominal Rp 2.000
Referensi
- Abdul Qodir Jaelani. Perang Sabil Versus Perang Salib, Penerbit Yayasan Pengkajian Islam Madinah al-Munawarah 1420 H/ 1999 M.
- M. Gazali Usman, Kerajaan Banjar: Sejarah Perkembangan Politik, Ekonomi, Perdagangan dan Agama Islam, Banjarmasin: Lambung Mangkurat Press, 1994.
- Kisah Heroik Pahlawan Nasional Terpopuler. Galangpress Group. ISBN 6028620106.ISBN 978-602-8620-10-9
- Arya Ajisaka, Mengenal Pahlawan Indonesia, Kawan Pustaka, 2004, ISBN 979-3034-70-X, 9789793034706
- Wahana IPS Ilmu Pengetahuan Sosial. Yudhistira Ghalia Indonesia. ISBN 9797467139.ISBN 978-979-746-713-5
- Sudarmanto, J. B. (2007). Jejak-jejak pahlawan: perekat kesatuan bangsa Indonesia. Grasindo. ISBN 9797597164.ISBN 978-979-759-716-0
- Helius Sjamsuddin; Antasari, Balai Pustaka, 1982
- Iskandar, Salman. 99 Tokoh Muslim Indonesia. PT Mizan Publika. ISBN 9797526828.ISBN 978-979-752-682-5
- Basuni, Ahmad (1986). Pangeran Antasari: pahlawan kemerdekaan nasional dari Kalimantan. Bina Ilmu.
- Artha, Artum (1971). Pangeran Antasari Gusti Inu Kartapati.
- Sudrajat, A Suryana (2006). Tapak-tapak pejuang: dari reformis ke revisionis (Seri khazanah kearifan). Erlangga. hlm. 19. ISBN 9797816109.ISBN 978-979-781-610-0
- Kamandoko, Gamal (2006). Kisah 124 pahlawan & pejuang Nusantara. Pustaka Widyatama. ISBN 9796610906.ISBN 978-979-661-090-7
- SEJARAH Untuk SMP dan MTs Penerbit Grasindo ISBN 979025198X, 9789790251984
- Sejarah Indonesia Modern 1200–2008. Penerbit Serambi. ISBN 9790241151.ISBN 978-979-024-115-2
- Shaleh, Mohamad Idwar; Sri Sutjiatiningsih (1993). Pangeran Antasari. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Direktorat Jenderal Kebudayaan, Direktorat Sejarah dan Nilai Tradisional, Proyek Inventarisasi dan Dokumentasi Sejarah Nasional.
- 100 Pahlawan Nusantara: Mengenal Dan Meneladani Para Pahlawan Melalui Kisah Perjuangan Mereka Dalam Mewujudkan Dan Mempertahankan Kemerdekaan Indonesia. AgroMedia. ISBN 6028526347.ISBN 978-602-8526-34-0
- IPS : Jilid 5. ESIS. hlm. 70. ISBN 9797346013.ISBN 978-979-734-601-0
- Pahlawan Indonesia. Niaga Swadaya. ISBN 979-1481-60-1.ISBN 978-979-1481-60-1
No comments:
Post a Comment